Thumbelina (Bagian 2)

 

Thumbelina berlayar melewati berbagai tempat. Burung-burung kecil yang hinggap di pepohonan melihatnya dan bernyanyi, “Alangkah manisnya gadis ini. Alangkah cantiknya gadis ini.” Daun yang membawa Thumbelina hanyut mengikuti aliran air. Makin lama makin jauh. Akhirnya, Thumbelina sampai ke negeri seberang.

Seekor kupu-kupu kecil yang indah tak henti-hentinya terbang mengikuti Thumbelina. Kupu-kupu itu akhirnya hinggap di atas daun teratai yang lebar. Thumbelina telah menawan hatinya.

girl-1118428_1280

Thumbelina gembira karena Si Katak tak akan dapat menangkapnya lagi. Apalagi, sambil berlayar dia melihat pemandangan yang indah-indah. Matahari memantulkan cahayanya yang kuning keemasan. Thumbelina melepaskan ikat pinggangnya. Diikatkannya satu ujungnya pada Si Kupu-kupu dan ujung lain pada daun, agar daun itu dapat meluncur lebih cepat.

Pada saat itu, datang seekor kumbang yang besar. Ia melihat Thumbelina. Kumbang sangat tertarik, lalu dijepitnya pinggang Thumbelina dan dibawanya ke atas pohon. Sementara itu, daun yang dinaiki Thumbelina terus meluncur, menyeret kupu-kupu yang tidak bisa melepaskan diri.

Thumbelina merasa takut dibawa kumbang itu ke sebuah pohon. Ia juga sedih memikirkan kupu-kupu yang telah diikatkannya pada daun. Oh! Kalau kupu-kupu itu tidak dapat melepaskan diri, ia pasti akan mati kelaparan. Kumbang yang jahat membawa Thumbelina ke daun yang paling besar di pohon itu dan memberinya makan berupa tepung sari. Ia memuji kecantikan Thumbelina. Ia mengatakan Thumbelina adalah kumbang yang paling cantik. Meski, tentu saja, Thumbelina tidaklah mirip seekor kumbang. 😀

Lanjut BacaThumbelina (Bagian 2)

Thumbelina (Bagian 1)

Dahulu kala, hiduplah seorang wanita yang sangat ingin memiliki anak tetapi iatidak tahu bagaimana caranya. Maka, pergilah ia kepada seorang penyihir tua.

Katanya kepada Si Penyihir Tua, “Aku ingin sekali memiliki seorang anak kecil, maukah Engkau memberitahu bagaimana caranya?”

“Tentu saja, engkau akan mendapatkannya,” kata penyihir tua itu. “Ini ada biji jelai. Biji jelai ini bukan jenis jelai yang tumbuh di ladang petani ataupun jenis yang biasa untuk makanan burung. Tanamlah biji ini di dalam sebuah pot dan kau akan lihat apa yang akan terjadi.”

“Terima kasih,” kata wanita tua itu. Diberikannya uang dua belas keping kepada penyihir. Lalu, pulanglah wanita itu ke rumahnya dan menanam biji jelai itu. Tak lama kemudian, tumbuhlah sebuah bunga yang indah. Bunga itu mirip sekali dengan bunga tulip tetapi helai bunganya mengatup, seolah-olah masih merupakan kuncup.

“Bunga ini indah sekali,” kata wanita tua itu. Ia mencium helai bunga berwarna merah kuning yang sangat indah. Pada saat itu juga, bunga itu mekar disertai suara letupan yang keras. Ternyata, bunga itu memang bunga tulip tetapi pada bagian tengahnya duduklah seorang gadis yang amat mungil di atas sebuah kursi berwarna hijau. Gadis itu sangat cantik dan mukanya selalu tersenyum ramah. Tingginya tak lebih dari sebesar ibu jari. Betapa gembiranya hati wanita tua itu. Ia teringat akan perkataan penyihir tua yang dijumpainya beberapa waktu lalu.

Lanjut BacaThumbelina (Bagian 1)