Dahulu kala, hiduplah seorang wanita yang sangat ingin memiliki anak tetapi iatidak tahu bagaimana caranya. Maka, pergilah ia kepada seorang penyihir tua.
Katanya kepada Si Penyihir Tua, “Aku ingin sekali memiliki seorang anak kecil, maukah Engkau memberitahu bagaimana caranya?”
“Tentu saja, engkau akan mendapatkannya,” kata penyihir tua itu. “Ini ada biji jelai. Biji jelai ini bukan jenis jelai yang tumbuh di ladang petani ataupun jenis yang biasa untuk makanan burung. Tanamlah biji ini di dalam sebuah pot dan kau akan lihat apa yang akan terjadi.”
“Terima kasih,” kata wanita tua itu. Diberikannya uang dua belas keping kepada penyihir. Lalu, pulanglah wanita itu ke rumahnya dan menanam biji jelai itu. Tak lama kemudian, tumbuhlah sebuah bunga yang indah. Bunga itu mirip sekali dengan bunga tulip tetapi helai bunganya mengatup, seolah-olah masih merupakan kuncup.
“Bunga ini indah sekali,” kata wanita tua itu. Ia mencium helai bunga berwarna merah kuning yang sangat indah. Pada saat itu juga, bunga itu mekar disertai suara letupan yang keras. Ternyata, bunga itu memang bunga tulip tetapi pada bagian tengahnya duduklah seorang gadis yang amat mungil di atas sebuah kursi berwarna hijau. Gadis itu sangat cantik dan mukanya selalu tersenyum ramah. Tingginya tak lebih dari sebesar ibu jari. Betapa gembiranya hati wanita tua itu. Ia teringat akan perkataan penyihir tua yang dijumpainya beberapa waktu lalu.
Sejak saat itu, ia menganggap gadis kecil itu seperti anaknya sendiri. Oleh wanita tua itu, gadis itu dinamakan Thumbelina yang artinya Si Ibu Jari. Thumbelina dibuatkan ayunan dari kulit kacang. Selimutnya terbuat dari kelopak bunga violet. Dan, kelopak-kelopak bunga mawar adalah tempat tidurnya di malam hari.
Di siang hari, Thumbelina bermain di atas meja. Wanita tua itu biasanya akan meletakkan piring dikelilingi sebuah mahkota yang terbuat dari bunga-bunga. Tangkai-tangkai bunga itu terendam dalam air. Sebuah kelopak bunga tulip mengapung. Kemudian, Thumbelina menaikinya untuk berlayar dari satu sisi ke sisi yang lain. Payungnya adalah dua helai bulu surai kuda putih. Thumbelina pandai bernyanyi. Suaranya lembut dan merdu.
Pada suatu malam, ketika Thumbelina tidur nyenyak di tempat tidurnya yang nyaman, datanglah seekor katak yang jahat. Ia melompat lewat jendela kaca yang pecah. Katak itu mukanya buruk, perutnya gendut, dan badannya basah. Si katak melompat ke atas meja tempat Thumbelina tidur lelap di atas tilam helai-helai mawar merah.
“Ohhh! Inilah istri yang tepat bagi anakku,” gumam Katak. Diambilnya kulit kacang yang di atasnya berisi Thumbelina yang sedang tidur lelap. Melalui jendela kaca katak itu melompat ke dalam kebun.
Di dekat kebun terdapat sebuah sungai yang lebar serta deras airnya. Tepi sungai itu berlumpur tebal dan berawa-rawa. Di sanalah katak itu tinggal bersama anaknya. Hiyyy..Sang anak juga buruk serta jahat, persis seperti induknya.
“Kungkong..Kungkong..Kungkong!” itu saja yang dapat diucapkannya ketika ia melihat seorang gadis cantik tidur di dalam kulit kacang.
“Sssssttt!..Jangan keras-keras, nanti dia bangun,” kata induknya. “Awas, dia akan mudah melarikan diri karena tubuhnya sangat ringan seperti bulu angsa. Mari, kita letakkan saja dia di atas daun teratai yang lebar. Daun itu bagaikan pulau yang luas untuk tubuhnya yang kecil dan ringan. Dia tak akan dapat melarikan diri dari situ. Aku akan menyiapkan kamar tidur yang indah, di bawah jambangan bunga.”
Di sungai itu, banyak daun-daun teratai yang lebar dan berwarna hijau terapung-apung. Daun yang paling luar adalah daun yang paling lebar. Induk katak berenang ke sana. Diletakkannya kulit kacang yang berisi Thumbelina di atas daun teratai.
Keesokan harinya, Thumbelina terbangun. Ketika menyadari di mana ia berada, Thumbelina menangis dengan sedih. Air..Air..di sekelilingnya hanya air belaka. Tak nampak adanya daratan.
Sementara itu, induk katak sedang menghias kamar calon menantunya di dasar jambangan dengan ilalang dan kelopak bunga teratai kuning. Bersama anaknya, kemudian, ia berenang ke arah daun teratai di mana Thumbelina berada untuk mengambil tempat tidur yang bagus itu. Tempat tidur itu akan diletakkan di dalam kamar pengantin.
Induk katak membungkuk dalam-dalam ketika berkata kepada Thumbelina sambil memperkenalkan anaknya, “Ini anakku. Ia akan menjadi suamimu, dan engkau akan memiliki kamar yang indah dan nyaman di dasar jambangan.”
“Kungkong..Kungkong..Kungkong!” itu saja yangdapat diucapkan anak laki-lakinya.
Mereka lalu mengambil tempat tidur kecil itu dan membawanya pergi. Kini, Thumbelina sendirian. Ia menangis di atas daun teratai hijau. Ia tidak ingin pindah ke rumah katak yang jelek. Ia tidak ingin menikah dengan anaknya.
Datanglah ikan-ikan kecil yang ikut mendengarkan perkataan Si Katak. mereka menyembulkan kepalanya di pemukaaan air untuk melihat Thumbelina. Begitu mereka melihatnya, mereka sangat kagum akan kecantikan gadis kecil itu. Mereka merasa kasihan sekali bila Thumbelina harus tinggal di rumah katak yang jahat. Jangan! Jangan sampai terjadi, pikir ikan-ikan itu. Ikan-ikan kecil itu lalu berkumpul di dalam air di sekitar tangkai daun. Mereka menggigit-gigit tangkai daun hingga putus. Kini, daun teratai itu terapung-apung mengikuti arus sungai. Thumbelina terbawa, makin lama makin jauh hingga Si Katak tidak dapat lagi mengejarnya.
(bersambung)
Leave a Reply