‘Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang menetap. Tekanan sistolik (bagian atas) adalah tekanan puncak yang tercapai pada waktu jantung berkontraksi dan memompakan darah melalui arteri. Sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan pada waktu jatuh ke titik terendah saat jantung mengisi darah kembali atau disebut juga tekanan arteri di antara denyut jantung’.
Kalimat-kalimat tentang hipertensi di atas kembali terucap dari Dokter Puskesmas yang saya datangi beberapa minggu lalu. Pagi itu, akhirnya saya memenuhi anjuran Dokter Puskesmas untuk memeriksa kembali tekanan darah. Kembali berjumpa dengan Dokter Puskesmas yang sama, yang saya jumpai beberapa waktu lalu, lelaki, muda, dan ‘kalo memeriksa lama’. 😀 Dan, kali ini, saya kembali emnjaid pasien terakhirnya.
Alhamdulilah, tekanan darah saya normal, 120/80.
‘Jadi, saya ga perlu ngasih obat, ya, Mba,’ kata Dokter itu sambil tersenyum.
‘Tekanan darah saya normal, ya, Dok?, tanya saya.
‘Iya..Kemaren, kenapa?..Koq, bisa tinggi?..Kecapean?, tanyanya lagi.
‘Kurang tau, Dok. Kecapean bisa bikin tekanan darah jadi tinggi ya, Dok?‘ tanya saya lagi.
‘Yahhh, bisa..,‘jawab Dokter itu lagi. Selanjutnya, saya seperti mendapat kuliah singkat tentang hipertensi lagi. 😀
Berikut hasil rangkuman dari obrolan dengan Sang Dokter, pria muda yang ramah ituh. 😀
Mengapa hipertensi perlu diwaspadai?
Seseorang dengan hipertensi sering tidak menyadari bahwa dirinya sedang memiliki masalah. Padahal, hipertensi bila tidak dikontrol dapat berbahaya dan beresiko terkena ‘stroke’, penyakit jantung dan pembuluh darah, gangguan retina mata, ginjal, dan dapat beresiko fatal.
Angka kejadian hipertensi pada penderita diabetes dua kali lebih banyak dibandingkan non-diabetes. Oleh karena itu, pengontrolan hipertensi sangat penting untuk mencegah timbulnya beberapa penyakit tersebut.
Kejadian hipertensi di Indonesia sebenarnya cukup tinggi, namun belum ada penelitian yang sifatnya menyeluruh secara maksimal.
Menetapkan diagnosis
Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam keadaan istirahat, ± 5 menit setelah berbaring. Pengukuran bisa dilakukan dalam posisi berbaring, duduk, dan berdiri. Pemeriksaan dilakukan sebanyak 2-3 kali dengan interval 5-10 menit.
Selain mengukur tekanan darah, seorang Dokter dalam menetapkan diagnosis hipertensi biasanya mengambil data pasien (anamnesa) dengan mengajukan pertanyaan : apakah dalam keluarganya ada yang menderita hipertensi, riwayat penyakit, kebiasaan merokok, kebiasaan makan obat, kebiasaan makan makanan yang mengandung garam (untuk memperoleh gambaran konsumsi garam),dll. Hal-hal tersebut penting untuk menunjang dalam menetapkan diagnosis akan hipertensi.
Macam-macam hipertensi
Menurut penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu hipertensi esensial/hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Sampai saat ini, belum jelas penyebab terjadinya hipertensi esensial yang merupakan sebagian besar ± 90% dari seluruh kejadian hipertensi. Sedangkan sisanya ± 10% adalah hipertensi sekunder, penyebabnya bisa diketahui. Hipertensi sekunder sering berhubungan dengan beberapa penyakit, misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes, dan kelainan sistem saraf pusat.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada peningkatan tekanan darah adalah curah jantung, tahanan perifer (pembuluh darah halus), keturunan, hormon renin, angiotensin, aldosteron, sistem saraf simpatis yang terlalu aktif, faktor hemodinamik, dan gangguan kemampuan ginjal mengeluarkan garam natrium. Faktor lingkungan seperti stres psikosial, kegemukan, kurang olahraga juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial.
Peran keturunan terhadap hipertensi esensial dapat dibuktikan dengan beberapa kenyataan. Selain itu, pada 70%-80% kasus hipertensi ternyata terdapat pada keluarga yang memiliki riwayat hipertensi.
Kategori Hipertensi
Seseorang dikatakan memiliki tekanan darah normal apabila tekanan sistoliknya <130/mmHg dan tekanan diastoliknya <85/mmHg.
Apabila tekanan sistolik seseorang berada di kisaran 130-139/mmHg dan tekanan diastoliknya berada di kisaran 85-89/mmHg masuk ke dalam kategori tekanan darah normal tinggi.
Sedangkan seseorang termasuk menderita hipertensi apabila : tekanan sistoliknya berada di kisaran 140-159/mmHg dan tekanan diastoliknya 90-99/mmHg (hipertensi ringan); tekanan sistolik 160-179/mmHg dan tekanan diastolik 100-109/mmHg (hipertensi sedang); tekanan sistolik 180-209/mmHg dan tekanan diastolik 110-119 (hipertensi berat); tekanan sistolik >210/mmHg dan tekanan diastolik >120/mmHg (hipertensi sangat berat).
Bagaimana mengatur makanan?
Peranan makanan untuk mencegah hipertensi banyak diperdebatkan, terutama terpusat pada hal mengonsumsi makanan yang memiliki kandungan garam yang tinggi. : apakah mengonsumsi makanan dengan kandungan garam yang tinggi dapat menyebabkan hipertensi ataukah dengan membatasi jumlah konsumsi garam dapat mencegah hipertensi? Namun, banyak profesional yang menganggap bahwa telah banyak cukup bukti yang menunjang bahwa konsumsi garam berpengaruh pada hipertensi. Modifikasi gaya hidup merupakan alternatif mengontrol hipertensi.
Bagaimana cara memodifikasi gaya hidup?
Beberapa cara memodifikasi gaya hidup untuk mencegah timbulnya hipertensi, di antaranya : menurunkan berat badan bila kegemukan, menghindari mengonsumsi makanan yang banyak mengandung garam, mengurangi konsumsi kafein dan alkohol, menambah mengonsumsi buah-buahan dan sayuran segar, mengurangi mengonsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, dan banyak minum air putih. Selain itu, untuk mengontrol tekanan darah disarankan juga untuk berolah raga secara teratur dan berhenti merokok untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Meski tidak semua orang gemuk menderita hipertensi, tapi, kegemukan dan hipertensi berhubungan erat. Tekanan darah cenderung meningkat sesuai dengan tingkat kegemukan. Dengan menurunkan berat badan, meski belum mencapai berat badan normal, tekanan darah dapat menurun.
Konsumsi garam di Indonesia umumnya cukup tinggi. Bila harus membatasi konsumsi garam, yang perlu disadari, antara lain menjauhkan makanan ‘fast food‘ (yang banyak mengandung garam dan lemak), makanan kaleng, makanan instan, dan makanan yang diawetkan.
‘Jadi, kalo menderita hipertensi, usahakan jangan banyak mengonsumsi makanan yang mengandung garam. Makan makanan yang segar. Karena, umumnya masakan segar itu sedikit mengandung garam. Jangan keseringan makan ‘fast food’, makanan-makanan instan, makanan yang banyak mengandung pengawet. Mulai juga untuk mengonsumsi makanan yang rendah garam. Yahhhh..mulanya sih pasti akan kerasa hambar. Sekitar 2 bulan-an lah ambang batas rasa asin pada lidah akan berubah. Tapi, lama kelamaan, lidah akan terbiasa dengan makanan rendah garam,’ ujar Sang Dokter.
Saya hanya mengangguk-angguk sambil mengingat kebiasaan saya yang sering makan makanan instan. 😀
‘Soalnya, kalo udah kena sakit, siapa yang repot? Selain diri kita, pasti orang-orang terdekat kita juga, kan?’ ujar Sang Dokter menambahkan sambil menutup kuliah singkatnya.
Sambil berjalan pulang menuju rumah, saya mengingat kembali penjelasan terakhir Sang Dokter, tentang memodifikasi gaya hidup. Yup, setiap hari, manusia memang membutuhkan makan dan minum untuk mempertahankan hidup. Pola makan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan. Tapi sayangnya, terkadang, kita hanya menuruti kepuasan lidah daripada mempertimbangkan apa yang diperlukan oleh tubuh. Kita cenderung abai dalam memilih makanan hingga keseimbangan tubuh terancam. Dan, mungkin, kita kerap kali lupa akan pepatah yang berbunyi :
‘lebih baik mencegah daripada mengobati’
^_^
Leave a Reply